Posted by : Lomba Blog 5
Jumat, 02 November 2018
Peristiwa sejarah Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah pergerakan kemerdekaan indonesia. Ikrar ini menjadi satu tonggak utama bangkitnya semangat para pemuda indonesia untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Sumpah Pemuda adalah sebuah "produk" yang muncul dari pelaksanaan kongres pemuda kedua yang dilangsungkan 27-28 oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Kongres tersebut dilaksanakan didalam tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Para peserta kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll.
Di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tijio Dijien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thaim Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumantranen Bond. Turut hadir juga 2 perwakilan dari Papua yakni Aitai Karubaba dan Poreu Ohee.
Rapat pertama berlangsung pada hari sabtu, 27 Oktober 1928, Diadakan di gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplerin (sekarang Lapangan Banteng). Pada saat itu ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap jika kongres yang digelar tersebut dapat memperkuat semangat persatuan para pemuda di Indonesia. Di rapat ini juga salah satu sastrawan bernama Muhammad Yamin memaparkan uraian tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya terdapat lima faktor yang bisa memperkuat persatuan indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Rapat kedua diselenggarakan satu hari setelahnya. Pada hari minggu, 28 Oktober 1928, kongres diadakan di Gedung Oost-Java Bioscoop. Di kongres kali ini, para peserta membahas masalah pendidikan. Pada saat itu kedua pembicara yang merupakan tokoh pendidikan indonesia pada saat itu, Poernomoowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro mengatakan jika seorang anak harus mendapatkan pendidikan kebangsaan, dandan harus mendapat keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Selain itu, mereka juga menyoroti jika seorang Anak harus dididik secara demokratis.